CARA MENYIKAPI KASUS MODERNISASI? APA YANG MEMBUAT UBER VS TAKSI KONVENSIONAL TERJADI KERIBUTAN? BAGAIMANA CARA MENYIKAPI KASUS TAKSI DI INDONESIA?
Bagaimana cara kita menyikapi kasus modernisasi? Apa yang
membuat uber vs taksi konvensional terjadi keributan? Bagaimana meyikapi kasus
taksi diIndonesia?
Banyak supir taksi konvensional, meski tidak
semua, semisal Blue Bird dan Express, berdemo menuntut agar taksi dan ojek yang
berbasis aplikasi ditutup. Pasalnya, menurut klaim mereka, pendapatan berkurang
seiring dengan meningkatnya popularitas dari taksi dan ojek online. Demo ini
diwarnai dengan aksi kerusuhan, yang kemudian menjadikan warga ketakutan.
Lantas, mengapa fenomena ini terjadi? Sebenarnya, terjadi perbedaan cara
pandang di kedua pihak. Di pihak pengemudi taksi konvensional, mereka merasa
dirugikan. Pertama, taksi konvensional terdaftar secara resmi di dinas
perhubungan, sehingga berhak mendapat plat kuning, tanda angkutan umum
sedangkan taksi berbasis aplikasi menggunakan kendaraan biasa, yang bukan
untuk angkutan umum. Kedua, dengan mereka resmi sebagai angkutan umum, mereka
pun berkewajiban membayar pajak yang berbeda dengan pengguna plat hitam, plat
kendaraan biasa, yang juga digunakan oleh taksi berbasis aplikasi. Ketiga,
taksi konvensional menggunakan metode menunggu penumpang, sedangkan taksi
berbasis aplikasi menjemput penumpang. Keempat, yang paling krusial, adalah
perbedaan tarif, tarif taksi konvensional jika dibandingkan dengan tarif taksi
berbasis aplikasi berbeda jauh. Terakhir, ini adalah masalah adaptasi terhadap
teknologi yang diambil peluangnya oleh pengguna taksi berbasis aplikasi, dan
belum digarap dengan baik oleh pihak pengelola taksi konvensional.
Modernisasi
Seorang ahli sosiologi, Peter Barger
mengemukakan ada empat karakeristik modernisasi. Pertama, penurunan kondisi
masyarakat kecil dan tradisional. Pada kasus ini, pihak yang disebut sebagai
masyarakat tradisional adalah pengemudi taksi konvensional. Mereka menunggu
penumpang, atau menunggu ditelepon oleh penumpang untuk dijemput di tempatnya.
Padahal, masyarakat ibukota saat ini, sudah sangat terkoneksi dengan baik pada
akses internet dan mulai meninggalkan penggunaan telepon.
Kedua,
berkembangnya pilihan individu. Pada kasus ini, pilihan individu menjadi berkembang.
Dengan munculnya aplikasi seperti Go-Jek, Uber, dan Grab, pilihan masyarakat
untuk pergi menjadi lebih banyak. Tentunya, masyarakat akan melihat dari segi
efektivitas dan efisiensi. Pilihan pun akhirnya jatuh kepada yang lebih murah
dan mudah. Tarif yang ditawarkan lebih murah, sedangkan pengguna pun bebas mau
dijemput dari mana saja.
Ketiga, meningkatnya keragaman sosial. Pada
kasus ini, keadaan sosial masyarakat berubah. Jika pada masa sebelumnya, dengan
pilihan yang terbatas, masyarakat menggunakan kendaraan umum tersebut. Namun,
dengan semakin bertambahnya pilihan, opsi yang dapat masyarakat pilih semakin
beragam. Modernisasi akan membawa masyarakat pada pilihan yang rasional, tidak
lagi berdasarkan gengsi operator taksi, namun lebih kepada kemudahan dan harga.
Keempat, orientasi pada masa depan dan
perhatian pada waktu. Dalam isu ini, terlihat bahwa masyarakat semakin peka
terhadap arus informasi. Hal inilah yang ditangkap para inventor, yang
kebanyakan anak muda, dengan memanfaatkan potensi yang ada. Potensi yang
dilihat sebenarnya sederhana, dengan semua orang, khususnya eksekutif muda
ibukota menggunakan telepon pintar, mereka pasti terhubung dengan internet.
Internet pun menjadi solusinya. Apalagi sistem operasi telepon pintar dapat
memfasilitasi untuk pembuatan aplikasi-aplikasi baru. Dibuatlah aplikasi yang
terhubung dengan internet. Internet dipandang sebagai jawaban atas kebutuhan
masa kini hingga beberapa waktu ke depan. Apalagi, dengan semua solusi yang
dapat diraih hanya dengan sentuhan di telepon pintar, masalah waktu dapat
teratasi.
Perubahan
sosial
Menurut seorang Sosiolog, Mascionis, terdapat
empat karakter utama perubahan sosial. Pertama, perubahan sosial terjadi
sepanjang waktu. Pada masa lalu, transportasi umum yang paling laku adalah
delman dan becak. Kemudian berkembang dengan adanya bajaj dan bus kota. Lalu,
masyarakat mencari sesuatu yang lebih nyaman, muncullah taksi. Kini, masyarakat
ibukota lebih mementingkan kecepatan seiring dengan kemacetan yang semakin
parah, muncullah Go-Jek dan Grab. Ini sesuatu yang tidak dapat dihindarkan,
karena akan terjadi sepanjang waktu berdasarkan kondisi masyarakat.
Kedua,
perubahan sosial terkadang dapat diketahui, namun seringkali tidak direncanakan.
Sebenarnya, munculnya angkutan umum berbasis aplikasi sudah dapat diprediksi
dengan semakin meningkatnya pengguna telepon pintar. Namun demikian, ketika hal
ini semakin masif terjadi seperti saat ini, perubahan menjadi tidak terencana.
Pengemudi yang kurang tanggap pun pada akhirnya hanya bisa meluapkan
kekesalannya dengan marah dan berdemonstrasi.
Ketiga, perubahan sosial selalu kontroversial.
Kasus ini menimbulkan kontroversi di masyarakat. Banyak kalangan yang mendukung
taksi konvensional, namun tidak sedikit pula yang kontra. Pada masa lalu,
sebenarnya bukan belum pernah terjadi yang semacam ini. Contohnya delman yang
merupakan kendaraan umum yang cukup populer di tahun 60-an sampai 80-an.
Kemudian, karena dianggap mengganggu kenyamanan umum, yang disebabkan bau
kotoran kuda yang tidak sedap, akhirnya ditertibkanlah delman ini. Sampai ada
pula yang melarang. Ini bukan tanpa kontroversi, para kusir delman yang
bergantung pada delman pasti merasa dirugikan. Untuk berpindah ke pekerjaan lain
pun belum tentu mampu. Ini mirip dengan kejadian saat ini.
Keempat,
suatu perubahan sosial lebih menonjol dibanding yang lainnya. Pada masalah ini,
perubahan sosial dalam bidang transportasi terlihat menonjol. Padahal, hal ini
disebabkan oleh revolusi informasi dan komunikasi. Perubahan besar dalam
teknologi informasi dan komunikasi membuat banyak dampak. Salah satunya, di
dalam transportasi umum.
Solusi
Kini,
dengan adanya fenomena ini tidaklah bijak jika mencari pihak yang salah.
Kalaupun ada pihak yang harus disalahkan, maka semua akan menjadi pantas untuk
disalahkan. Mengapa? Pihak taksi konvensional salah karena tidak tanggap dengan
perubahan zaman, belum lagi kesalahan dalam demonstrasi yang berujung anarki.
Pihak penyedia transportasi berbasis aplikasi salah juga karena tidak mengikuti
peraturan yang berlaku, juga mereka tidak menyediakan harga yang berkeadilan
dengan pesaing yang sudah lama ada. Pemerintah pun juga menjadi salah, karena
tidak tanggap dalam melihat fenomena yang ada di masyarakat, dengan belum
menyediakan peraturan yang dapat mengakomodir dan menertibkan konflik yang ada.
Maka, sebenarnya solusinya tinggallah jawaban
dari kesalahan semua pihak ini. Pihak taksi konvensional sudah harus lebih
tanggap terhadap perkembangan teknologi, buatlah layanan yang sama dengan
membuat aplikasi yang menarik. Pihak penyedia transportasi berbasis aplikasi,
sebaiknya menggunakan plat kuning, juga tidak memberikan harga yang terlampau
jauh dengan yang sudah ada sehingga persaingan menjadi sehat. Pemerintah, sudah
selayaknya membuat peraturan, dan memastikan bahwa persaingan yang ada terjadi
secara sehat dan tidak ada ‘adu modal’ yang merupakan ciri kapitalisme dan
bertentangan dengan ekonomi kerakyatan. Terakhir, masyarakat akan dengan mudah
memilih dengan cerdas apa yang mereka hendak gunakan.
Kerusuhan hari ini sangat disesalkan. Meski
demikian, sudah sepatutnya ini membuka mata kita bahwa kita berada pada masa
modernisasi yang membuahkan suatu perubahan sosial di masyarakat. Kalau urusan
rezeki, tidak perlu dirisaukan. Karena jutaan orang pun mencari rezeki di
ibukota kita tercinta.
Selengkapnya :
http://www.kompasiana.com/famajiid/taksi-konvensional-vs-online-fenomena-perubahan-sosial_56f147a78f7a6182090c8281
Komentar
Posting Komentar